Snowpiercer , sebuah film berbahasa Inggris, karya Bong Joon
Ho beberapa tahun lalu, namun bukan Chris Evan yang bikin saya tertarik
melainkan terselipnya om Song Kang Ho dan Go Ah Sung sebagai pasangan bapak dan anak warga Korea yang tetap
berbahasa Korea. Walau demikian perbedaan bahasa tidak jadi penghalang ( bahkan
om Song dan Ah Sung gak perlu repot belajar dan menghafal dialog bahasa Inggris segala :D ). Di dalam film
mereka berkomunikasi antar bahasa dengan sebuah perangkat di tangan untuk penerjemah
real-time.
Menilik jaman sekarang , alat seperti itu sudah bukan hal
yang baru, banyak dijual di pasaran bahkan seorang om Google-translate pun bisa
melakukannya ( kalau hanya sekedar bahasa formal sehari-hari). Bahasa asing bagi
kaum utilarian hanyalah sebagai alat untuk sekedar komunikasi dan mencari
informasi, namun apakah hanya sedangkal itu ?
Bacaan kamisan hari ini membahas soal pembelajaran bahasa
asing ( dalam hal ini Charlotte Mason menggunakan bahasa Perancis sebagai
bahasa asing ). Dituliskan bahwa guru bahasa Perancis hanya memberikan sedikit
bahkan sangat sedikit penjelasan dan kosakata, kemudian membacakan 9 halaman
dari living book terpilih , tanpa henti , tidak ada jeda ataupun penjelasan,
seperti halnya mereka membaca buku bahasa Inggris. Setelah itu siswa diberi
kesempatan bergantian untuk menarasikan cerita tadi dan dalam bahasa Perancis !
Wow ! saya membayangkan bagaimana serunya suasana pembelajaran
seperti itu, dengan guru yang berdedikasi tinggi dan mencintai bidang yang
diajarkannya, menularkan antusiasme tinggi kepada para murid, serta didukung dengan buku bacaan yang
berkualitas tinggi pula. Tidak dipungkiri memang tiga hal dalam metode Charlotte
Mason
Education is an atmosphere
Education is a discipline dan
Education is a life
tersaji , terasa dan terpenuhi dalam sepotong adegan pembelajaran bahasa
di atas. Hanya dengan membangun kebiasaan dari dini, cukup dengan 2 jam 45
menit ( dalam seminggu ) atau berarti hanya perlu 'belajar' 20- 30 menit sehari. Prinsip short lesson Charlotte mason dan alon-alon kelakon, membuat siswa-siswa CM di
usia masih muda belia sanggup berbahasa asing dengan fasih.
Akhirnya bahasa asing menurut CM tidak hanya sebagai sekedar alat komunikasi
namun juga sebagai jalan pembuka ke lebih banyak pengetahuan, seni , budaya dan
sejarah umat manusia itu sendiri. Pastinya bagi saya pribadi , ada kepuasan tersendiri bila
menguasai minimal satu bahasa asing , sukur-sukur kalau lebih ^,^
Sebagai penutup, biarlah ilustrasi di bawah membuka wawasan
kita bagaimana uniknya sebuah seni berbahasa, sehingga mustahil bisa diterjemahkan oleh
mesin ( saat ini ). ^,^
versi audio youtube
Bacaan Kamisan 11 Juni 2020 : CM vol 6 page 211 - 213 :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar