When the scarlet cardinal tells
Her dream to the dragonfly,
And the lazy breeze makes a nest in the trees,And murmurs a lullaby,It's July.When the tangled cobweb pullsThe cornflower's cap awry,And the lilies tall lean over the wallTo bow to the butterfly,It's July.When the heat like a mist veil floats,And poppies flame in the rye,And the silver note in the streamlet's throatHas softened almost to a sigh,It's July.When the hours are so still that timeForgets them, and lets them lieUnderneath petals pink till the night stars winkAt the sunset in the sky,It's July.
July
by Susan Hartley Swett
( published in the 1880's )
Bagi kita yang tinggal di negara tropis tidak mendapati perubahan yang signifikan seperti halnya negara empat musim ( bahkan seharusnya lima musim kalau ditambah hujan juga hehe.. ). Mereka bisa merasakan kegerahan musim panas melebihi musim kemaraunya kita, masuk angin karena terjangan angin musim gugur, menggigil di bawah selimut saat musim dingin tiba, dan berfoto di antara hamparan bunga warna-warni yang hanya tumbuh saat musim semi. Sampai-sampai negara 4 musim selalu menyediakan ramalan kapan bunga sakura akan mulai mekar hingga mekar seutuhnya, tanggal berapa daun maple akan berubah merah dan daun ginkgo menjadi kuning. Bukankah membutuhkan sains juga untuk memprediksikan hal tersebut?
Bagi anak-anak yang hidup di empat musim mereka bisa mengamati perubahan musim dari waktu ke waktu , misalnya :
- Perubahan warna-warna daun di musim gugur
- Binatang yang berhibernasi saat musim dingin
- Bunga-bunga berbeda yang tumbuh di musim semi dan musim panas
- dsb
Rasanya menyenangkan bisa melihat alam yang dinamis dari bulan ke bulan tidak seperti kita yang cukup puas melihat pohon menghijau dan mengering. Tapi di satu sisi mereka butuh lebih banyak persiapan juga dalam keseharian seperti jenis makanan yang berbeda, pakaian dengan bahan dan model berbeda tiap berganti musim, dan juga peralatan yang lebih banyak karena tidak mungkin membutuhkan pendingin ruangan saat salju datang dan tidak membutuhkan penghangat lantai saat suhu di luar mencapai 40 C. Jadi beryukurlah kalau kita hidup di dua musim saja yang praktis, cukup memakai daster saat di rumah dan kaos oblong saat beraktivitas di luaran ^.^
Meskipun tidak seberagam negara empat musim, pengamatan alam di negara dua musim juga tidak kalah menarik asalkan mau buka mata lebar-lebar. Seperti halnya kami saat sering bolak-balik Kudus - Semarang. Beberapa hal menyita keingintahuan juga menjadi jawaban adanya pergantian musim. Bermunculannya pedagang buah berair ( blewah, timun suri, semangka dan melon ) di sebagian jalan di Demak, kalau mereka sudah mulai berjejer-jejer itu merupakan tanda awal datangnya musim kemarau. Sebaliknya saat mulai banyak buah durian merupakan tanda datangnya musim hujan. Walaupun saat ini dengan adanya teknologi, buah-buah musiman bisa tersedia sepanjang tahun.
Selain buah, yang menjadi pengamatan kami sebagai tanda musim kemarau adalah pepohonan di pinggir jalan yang mulai meranggas bahkan terkesan mati yang nampak hanya ranting tak berdaun dan beberapa sarang burung yang ditinggalkan oleh pemiliknya.
Anak-anak di tingkat II ( sekitar kelas 4 - 6 SD ) diharapkan melakukan banyak tugas belajar di luar ruangan , mereka mencermati , menyimpan catatan dan gambar dalam jurnal alam, serta membuat riset masing-masing tentang kehidupan alam di musim tertentu. Salah satu buku yang direkomendasikan adalah "The Changing Year" oleh Florence M. Haines, tapi kendalanya seperti buku lainnya, mereka membahas kehidupan empat musim yang susah diterapkan di negara Indonesia. Salah satu buku yang selama ini kami pakai adalah "Handbook of Nature Study", walaupun beberapa spesies juga tidak kami temui di Indonesia, namun pertanyaan-pertanyaan observasinya sangat membantu untuk pengamatan detail.
Berpedoman pada buku tersebut kami juga sudah mengadakan beberapa pengamatan, seperti pengamatan metamorfosis kupu-kupu dan nyamuk, dimana keduanya kami amati saat musim penghujan ( bulan Januari ).
Pengamatan di bulan Juli : Menemukan dan menjurnal kantung telor praying mantis ( gb 1 dan 2 ) Biji pohon Tabebuya yang kami 'panen' di jalan ( gb. 3 ) |
Pembelajaran alam semacam ini tentu saja jauh memerlukan waktu lebih panjang dan usaha yang lebih , namun jauh lebih mengena daripada sekedar menghafalan buku teks. Untuk tingkatan awal ( tingkat I dan II ) anak tidak perlu menghafal nama-nama bagian dan istilah dari obyek yang diamati. Mereka cukup mengamati dan menjurnalkan semampu mereka guna menjalin relasi. Setelah masuk tingkat III ( sekitar kelas 7 / SMP ), barulah anak mulai mencari tahu hal yang diteliti seperti saat mengamati bunga, dia bisa menyebutkan bagian bunga seperti calyx, corolla, stamen dan pistil, lalu bisa menjelaskan bagaimana fertilisasi bunga bisa terjadi ?
Selama ini sains memang seringnya dikaitkan dengan alam saja, namun tidak demikian halnya menurut Charlotte Mason. Sains mencakup bidang lainnya termasuk geografi, sejarah alam, fisiologi, astronomi hingga arsitektur ( ya.... arsitektur, terdengar aneh kan ? ). Anak-anak di tingkat III, bahkan dituntut bisa membedakan gaya gothic pada arsitektur.
Dari pembelajaran soal arsitektur gothic ini terlihat bahwa anak perlu memahami sejarah, sastra, matematika, fisika bahkan seni di balik sebuah gaya arsitektur. Membuktikan bahwasanya sains ( sebenarnya ) tidak dapat dicerai beraikan menjadi beberapa mata pelajaran seperti halnya pembelajaran modern saat ini yang kemudian menjadikan sains sebagai pelajaran utilarian.
Semoga ke depannya sains tidak lagi tercerai berai, pelajaran sains di kelas tidak banyak dihabiskan lewat ceramah dan buku teks yang garing. Anak bisa bereksperimen melakukan observasi pribadi, dan akhirnya sains menjadi sebuah jalan bagi dia untuk berelasi dengan Tuhan dan sesama.
Bersambung.....
Indri - Kamisan 16 Juli 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar