Rabu, 03 Maret 2021

Penyeragaman Pendidikan = Penyeragaman Pemikiran ?

Tujuan pendidikan adalah mengembangkan “bagian-bagian akal budi” (faculties) karena ia telah bisa menyadari bahwa akal budi itu utuh dan lengkap dan tidak butuh disuplai apa pun selain makanan yang tepat. Dibutuhkan kurikulum yang luas, kaya,  beragam yang diperoleh lewat pustaka hidup  untuk menghasilkan seorang warga negara yang cendekia dan berjiwa besar. Setiap anak dari mana saja bisa mendapatkan pengetahuan yang demikian. Bahkan semua anak dapat dilatih mempunyai daya perhatian yang besar melalui prinsip sekali baca dan narasi. 

“Semuanya akan mendengar dalam bahasa ibu kita masing-masing
karya-karya Tuhan yang ajaib”

Para penulis lewat karyanya yang terus hidup punya tujuan untuk mendidik ras manusia. Meskipun menggunakan bacaan yang sama, karya seni yang sama , kisah heroik yang sama, bisa jadi pemikiran yang didapat tiap anak bisa berbeda. Tugas orang tua dan para pendidiklah yang mempersiapkan asupan-asupan ( bacaan-bacaan) berkualitas tinggi dan sastra, alih-alih hanya memberikan buku teks atau buku yang digampangkan kepada anak. 

Saya menemukan sebuah kata pengantar yang menarik dalam buku James Joyce yang berjudul "Ibunda". Mengutip kalimat Italo Calvino, sastrawan terkemuka Italia, dalam esainya berjudul "Mengapa Membaca Karya Klasik" (1999), dia mengatakan "Alasan utama membaca karya klasik adalah karena membacanya lebih baik daripada tidak membacanya."

Melalui teks-teks sastra, terkadang kita disadarkan bahwa apa yang terjadi jauh di ujung dunia sana ternyata pada hakikatnya memiliki makna yang relevan dengan apa yang terjadi dekat di sini, dalam kenyataan hidup kita sehari-hari, entah itu berupa persoalan ketidakadilan, kisah cinta sepasanga anak manusia, maupun ilusi-ilusi personal seorang individu. Semua itu membalik kesadaran kita akan adanya sebuah pijakan bersama di balik perbedaan-perbedaan yang tampak bahwa sesunggunya kita adalah satu dalam semesta kemanusiaan. 

Karya klasik yang ditulis ratusan tahun yang lalu, di belahan bumi yang berbeda, namun tidak menghalangi pembaca masa kini untuk bisa berimajinasi dan berelevansi terhadap kehidupan masa lalu. Itulah sebabnya karya sastra klasik menjadi hal wajib dalam kurikulum CM. Bukankah masa lalu juga yang membentuk masa kini.


Kamisan  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar