Minggu, 27 September 2020

Pendidikan Itu Spiritual


 "...seorang guru punya peluang menjadi jurubicara Sang Ilahi untuk mendidik dan menggugah. Tugas guru bukanlah rutinitas menjenuhkan menyuapkan bubur ke benak anak, melainkan tukar-menukar ide yang menggairahkan antara benak-benak yang setara, dan perannya di situ adalah sebagai pemandu, filsuf, dan teman."

Selasa, 08 September 2020

Matematika = Uang ( Narasi Matematika Bagian 2 )

Setelah minggu sebelumnya kami mulai membahas Sang Superstar di masa sekolah yaitu Matematika. Perbincangan kembali menjadi sesi curhat mengenang masa-masa kecil saat belajar matematika dan bagaimana hidup ini tidak bisa terlepas dari matematika. Melengkapi narasi minggu lalu  yang sebenarnya saya sudah kebablasan baca dan narasikan sampai akhir. Saya pribadi menganggap uang dan matematika itu sama. Nasehat 'bijak' berkata "Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang" demikian juga matematika, "Matematika bukan segalanya, tapi semua hal butuh matematika"

Selasa, 01 September 2020

Integritas Matematika ( Narasi Matematika Bagian 1)

Mati-matian belajar matematika selalu menjadi tren saat bersekolah. Hampir sebagian anak sekolah khususnya Sekolah Dasar pasti di-les-kan matematika, ya apa ya ? Nilai pelajaran agama, sejarah, bahasa Indonesia jelek gak papa yang penting nilai matematika bagus, jangan sampai remidi. Pesan mama-mama, jangan sampai nilai matematika jelek, nanti gak bisa masuk IPA, nanti gak bisa jadi dokter, bla..bla..bla.. Matematika seperti halnya sains, dianggap sebagai sebuah bidang studi yang mulia, top of the top, apalagi didukung aneka lomba dan olimpiade yang membuat derajatnya makin tinggi dan makin dipandang. Berbagai ajang kursus yang berfokus pada matematika juga berkembang pesat ( tidak perlu saya sebut merk ya ...hehehe). Saya pribadi tidak pernah mengalami pengalaman buruk dengan matematika, karena matematika adalah salah satu pelajaran favorit saya di masa sekolah, kenapa ? karena gak perlu banyak menghafalkan, paling cuman menghafalkan sedikit rumus, sisanya logika.

Senin, 17 Agustus 2020

Antara Imajinasi dan Visual (Narasi Geografi Bagian 3)

Masih ingatkah? sewaktu mempelajari geografi, salah satu pertanyaan wajib adalah : dimana letak Indonesia ? Kemudian kita diharuskan menjawab : "Indonesia terletak di antara benua Asia dan Australia, berada pada 6°LU-11° LS dan 95° BT-141° BT,  dilewati oleh garis khatulistiwa sehingga beriklim tropis." Memang selama di bangku sekolah, sebagian besar yang kita pelajari tentang geografi adalah data-data yang bersifat statistik dan numerik, bisa diukur dan diseragamkan. Seperti halnya metode pembelajaran geografi secara inferensial, dimana kita "melihat" sebuah gunung dengan diukur tingginya dari permukaan laut, misalnya Gunung Bromo mempunyai ketinggian 2.329 mdpl ( meter di atas permukaan laut ), Gunung Tangkuban Perahu mempunyai ketinggian 2.084 mdpl , Gunung Merapi 2.930 mdpl, dan seterusnya. Demikian pula untuk menggambarkan kedalaman laut ataupun samudra disajikan dalam bentuk angka / statistik. Bahkan tak ketinggalan,  jumlah penduduk, penyebaran penduduk dan keragaman suku semua dinyatakan dalam angka. Cara seperti ini tidak membuahkan imajinasi dan bukan pembelajaran yang menarik. Sangat berbeda dengan metode panoramik , yang sempat saya bahas sebagian di tulisan sebelumnya. 

Selasa, 11 Agustus 2020

Geografi ~ Bukan Sekadar Peta ( Narasi Geografi Bagian 2 )

“Di tepi pantai dekat Leyden ada kotapraja bernama Katwyck, tempat manusia “membantu” hilir Sungai Rhine mengosongkan diri ke laut lewat kanal buatan lebar yang dilengkapi dengan tidak kurang dari tiga belas pasang pintu air besar. Pintu-pintu air ini ditutup untuk membentengi kota dari air laut saat  pasang datang, dan dibuka untuk membiarkan air mengalir saat surut. Sekalipun hal ini karya manusia yang mengesankan, bagi Sungai Rhine yang tadinya penuh gelora, pintu-pintu air itu tetaplah terasa jalan keluar yang dina. Delta sungai ini bisa dibilang lebarnya sebanding dengan keseluruhan lebar Belanda."

(Ambleside Geography, Buku IV)


Sebuah potongan cerita yang mengalun dari Bhelinda FM pada kamisan kemarin, membuka pandangan kami, betapa menariknya sebuah bacaan geografi yang naratif dan sastrawi. Dalam teks untuk tingkat III ( kelas 7 ) itu ada upaya menyajikan romansa tentang ciri-ciri alam suatu negara, sejarahnya, industrinya, sedemikian rupa hingga tidak ada negara yang sekadar nama-nama di peta atau di bidang garis-garis kontur. Peta dan garis kontur semacam itu bukanlah esensi dari geografi, melainkan simpulan-simpulan yang lambat laun akan diperoleh oleh siapa pun ketika akal budinya sudah intim dengan suatu wilayah. Pelajaran geografi perlu tetap memelihara watak sastrawi, tinggal kemudian ditambahi studi terhadap peta-peta, dan harusnya sampai anak betul-betul paham peta. Prinsip narasi setelah sekali baca yang berlaku di mata pelajaran lain juga berlaku di pelajaran geografi. Anak-anak tidak akan dapat menarasikan yang belum mereka “lihat” di benak mereka, yakni yang kita sebut imajinasi, dan mereka tidak akan bisa membayangkannya kecuali buku mereka menceritakan dengan hidup dan menarik. ( CM vol. 6 hlm. 227 )

Selasa, 04 Agustus 2020

Banyak Jalan Menuju Geografi ( Narasi Geografi Bagian 1 )

Apa yang langsung terbayang saat mendengar kata geografi?
Saya yakin sebagian besar langsung teringat pada gambar peta, garis bujur dan garis lintang, mengingat masa-masa ulangan peta buta dan yang pasti mendarah daging kita harus menghafalkan RPUL untuk menjawab pertanyaan apa saja hasil-hasil tambang tiap daerah ?

Masih berkutat tentang pembahasan sains dari CM vol VI, dimana geografi juga termasuk di dalamnya. Sesuatu yang berbeda dengan apa yang selama ini menjadi paradigma siswa, bahwa geografi diyakini sebagai bagian dari ilmu sosial. Sebenarnya apa arti dari geografi itu sendiri ?

Selasa, 28 Juli 2020

Saat Sains Bersanding dengan Humaniora ( Narasi Sains Bagian 3 )

Baca dan jawab pertanyaan berikut ini :

1. Jelaskan sebisamu tentang fenomena warna.
2. Apa karakteristik hewan yang tak bertulang belakang? Deskripsikanlah enam contohnya.

3. Jelaskan jenis tanaman apa yang tumbuh di sepanjang pantai.

4. Jelaskan bagaimana garis bujur ditentukan.

5. Berikan sketsa riwayat dan karakter Montezuma.

6. Tulis esai tentang planet Merkurius.

Selasa, 21 Juli 2020

Sains di Tingkat Lanjut ( Narasi Sains Bagian 2 )


When the scarlet cardinal tells 
Her dream to the dragonfly, 
And the lazy breeze makes a nest in the trees,
      And murmurs a lullaby,
            It's July.

When the tangled cobweb pulls
      The cornflower's cap awry,
And the lilies tall lean over the wall
      To bow to the butterfly,
            It's July.

When the heat like a mist veil floats,
      And poppies flame in the rye,
And the silver note in the streamlet's throat
      Has softened almost to a sigh,
            It's July.

When the hours are so still that time
      Forgets them, and lets them lie
Underneath petals pink till the night stars wink
      At the sunset in the sky,
            It's July.
July 
by Susan Hartley Swett 
( published in the 1880's ) 
 
Puisi di atas menggambarkan perubahan dan kehidupan alam sekitar di bulan Juli. Menyambung tulisan sebelumnya bahwa pengamatan anak terhadap alam membuatnya peka akan perubahan di tiap musim dan menyadari adanya campur tangan Pencipta.

Selasa, 14 Juli 2020

Mendampingi Anak Belajar Sains ( Narasi Sains Bagian 1 )


Sains, saat ini dianggap sebagai salah satu bidang studi paling penting di sekolah, dianggap sebagai pelajaran yang bergengsi dibanding pelajaran seperti agama, IPS, apalagi bahasa daerah.  Tidak sedikit sekolah yang memprioritaskan sains sebagai program unggulan mereka , khususnya sebagai ajang kompetisi dan ajang promosi mencari siswa baru. Lihat saja banyaknya perlombaan sains ( dan matematika ) yang digelar baik skala nasional maupun internasional. Semakin banyak murid yang memenangkan kompetisi sains di sekolah tersebut, nama sekolah akan semakin harum dan tentu saja menarik calon-calon siswa baru yang ingin juga menjadi juara. Lalu ujung-ujungnya timbul pertanyaan, apa sebenarnya tujuan menjadi juara lomba sains? supaya fotonya terpampang di gerbang sekolah? untuk membuktikan kepandaiannya menghafal? atau sebagai bukti bisa mengalahkan orang lain? 

Rabu, 08 Juli 2020

Apresiasi Musik atau Belajar Musik ?

Menurut riset hanya 3% anak yang betul-betul "buta nada". Cukup tersontak saya saat membaca materi Kamisan 2 Juli 2020. Selama ini saya merasa bahwa orang yang bernyanyi fals itu adalah orang buta nada. Ternyata anggapan tersebut salah ! Anak yang buta nada bila ditengok ke belakang, biasanya, kurang terpapar musik sejak dini. 

Saya termasuk salah seorang yang beruntung, salah satu anak yang terpapar musik sejak dini. Mama dan papa saya berpacaran selama 10 tahun , di masa pacaran mereka suka saling pinjam piringan hitam ( saya tahu tentu saja dari cerita mereka ). Setelah mempunyai anak, alunan musik selalu memenuhi ruangan, papa terutama,  suka sekali memutar lagu-lagu barat oldies, mandarin, hingga instrumen mulai piano, erhu hingga hymn. Dan salah satu acara favorit di jaman itu tentu saja "Berpacu Dalam Melodi ~~~"  ( dikatakan dengan nada dan gaya khas Koes Hendratmo ). Kagum dengan para kontestan yang dapat menebak sebuah judul lagu hanya dengan bantuan satu not ataupun kisah di balik lagunya. Selain itu  saya pun tak luput dari kelas musik, meskipun kedua orang tua saya sama sekali tidak bisa memainkan satu pun instrumen dan pada saat itu tidak banyak pilihan instrumen untuk kursus jadi pilihan jatuh pada electone. 

Saya bertumbuh bersama musik, walaupun tidak berbakat, belajar dengan terengah-engah dan butuh waktu yang lama untuk benar-benar dapat menikmati seni bermain musik itu sendiri. Seiring waktu , selera musik saya juga selalu berubah-ubah tapi paling tidak saya merasa diperkaya oleh aneka jenis musik dan hampir bisa menikmati semua genre.
 

Kamis, 02 Juli 2020

Jurnal Alam Pintu Menuju Seni ( Narasi Seni Bagian 4 - selesai )

Di sebuah kota di Italia, Leonardo kecil berlari-lari mengejar seekor bajing, setelah si  bajing  diam terpaku lalu sibuk mengerat biji pinus di tangannya, Leonardo cepat-cepat mengeluarkan pensil dan kertas gambarnya dari saku. Kemudian dengan sigap membuat coretan-coretan  sambil mengamati bajing kecil tersebut. Hari lainnya , Leo mengintai seekor kumbang yang sedang bersembunyi di ranting pohon, kemudian juga membawa pulang seekor capung yang ditangkapnya di dekat rawa. Di hari yang lain lagi dia  membawa pulang cicak dan ular kecil. Berbagai binatang yang sudah dia gambar terkadang disatukan menjadi seekor binatang yang mengerikan bagai dalam dongeng.

Di bagian Eropa yang lain, di Paris, Pak Claude sedang santai  melukis di atas canvas dengan cat minyak, sambil memandangi keindahan bunga-bunga water lily di tamannya.  Berhari-hari  bahkan bertahun-tahun dia melakukan hal tersebut tanpa rasa jenuh hingga menghasilkan sampai 250 karya lukis bertema water lilies.

Water Lilies and Japanese Bridge - Claude Monet

Rabu, 01 Juli 2020

Beda Sudut Beda Keindahan ( Narasi Seni Bagian 3 )

Musim semi tahun 2017 , saya bersama seorang teman menginjakkan kaki pertama kali di Narita. Sambil mengumpulkan nyawa setelah 7 jam lebih duduk manis menunggangi pesawat dari Denpasar, kami mencari makan di sekitar bandara. Sebagai backpacker, harus bertahan hidup dengan memilih menu seirit mungkin. Pilihan jatuh pada salah satu resto udon, singkatnya saya memilih menu udon yang termurah, harganya tidak sampai 300 yen, sebuah menu udon tanpa daging , disertai kangkung sebagai penggantinya. Saya tambahkan kremes dan kuah hangat pada mangkuk udon yang sudah di tangan. Setelah itu kami memilih tempat duduk dekat jendela. Setelah berdoa, langsung udon saya nikmati.  Rasanya sungguh nikmat , meyeruput kuah gurih hingga berbunyi slurrrppp..., menggigit tekstur krenyes-krenyes , sambil mengamati dari kaca jendela,  puluhan  pesawat yang naik-turun bergantian di landasan. .

Terpapar Karya Seni ( Narasi Seni Bagian 2 )

Pada suatu hari , dimana hari untuk berdiam di rumah belum tiba, saat dimana tante Corona belum menunjukkan kebengisannya. Saya asyik menyetir di tengah teriknya matahari , ditemani Karen yang duduk di samping. Melewati kawasan pekojan yang rame dan ruwet, mobil  maju-mudur mengatur posisi, petugas parkir riuh menyemprit peluit dan melambai-lambaikan tangan. Para tukang panggul disibukkan kegiatan bongkar muat. Tiba-tiba Karen berteriak “Mah... ada Monalisa!” sambil  clingak-clinguk mencari saya bertanya "Mana..mana?"  “Itu disana!” dengan tangan menunjuk ke atas tertuju pada sebuah baliho iklan toko bahan bangunan. Yah, dan benar terpampang nona Monalisa dengan senyum khasnya. Saya sudah lupa kapan kami pernah membahas lukisan karya Leonardo DiCaprio  Leonardo da Vinci tersebut, tapi saya bahagia juga saat Karen berhasil mengingat judul lukisan dan peka akan kehadiran sebuah karya seni di depan mata. 

difoto dari Pustaka Dasar "Leonardo da Vinci"

Selasa, 23 Juni 2020

Seni itu Universal ( Narasi Seni Bagian 1 )

Masih melekat di ingatan kita bagaimana saat kecil kita terdoktrin untuk menggambar pemandangan selalu dengan gambar dua gunung, jalan raya menuju gunung, dengan sawah di samping dan sebuah rumah di tengah sawah. Bagi angkatan gen-X mungkin juga masih ingat acara Pak Tino Sidin di TVRI yang memuji gambar tiap anak yang ditunjukkan dan berkata "Ini punya Budi...bagusss..., gambar ini dari Tini... bagusss" walaupun saat itu sebenarnya tidak semua gambar yang ditunjukkan bagus ( menurut saya ).

hasil googling

Kamis, 11 Juni 2020

Seni Berbahasa Asing ( Narasi Kamisan )


Snowpiercer , sebuah film berbahasa Inggris, karya Bong Joon Ho beberapa tahun lalu, namun bukan Chris Evan yang bikin saya tertarik melainkan terselipnya om Song Kang Ho dan Go Ah Sung sebagai  pasangan bapak dan anak warga Korea yang tetap berbahasa Korea. Walau demikian perbedaan bahasa tidak jadi penghalang ( bahkan om Song dan Ah Sung gak perlu  repot belajar dan menghafal dialog bahasa Inggris segala :D ). Di dalam film mereka berkomunikasi antar bahasa dengan  sebuah perangkat di tangan untuk penerjemah real-time.

Minggu, 19 April 2020

Living books Sebagai Asupan Budi

Sabtu malam, tim Charlotte Mason Indonesia - Jakarta ( CMid Jakarta ) menggelar workshop online "Mengasupi Budi dengan Living Books", dengan Mbak Ayu dan Mas Dodit sebagai narasumber. Walaupun saya sendiri memulai berkenalan dengan metode Charlotte Mason ( CM )  sudah cukup lama namun memang soal living books ini tidak akan pernah tuntas dipelajari, begitulah keunikan dari CM. Masih banyak hal baru yang saya dapatkan dari workshop semalam dan membuat saya lebih memahami esensi  sebuah living books.