Kamis, 03 Juni 2021

Belajar Tentang Tuhan dan Sejarah

Narasi Kamisan Mei 2021

Pengetahuan tentang Tuhan adalah pengetahuan yang prinsipiil, 
dan pelajaran Alkitab apa pun yang tidak menambah pengetahuan tentang Tuhan 
pada dasarnya tidak berguna untuk keagamaan.
- CM Vol 6 pg. 272 -


Charlotte Mason menuliskan , untuk anak belajar tentang Tuhan, tak lain tak bukan adalah melalui pembacaan lewat Alkitab itu sendiri. Jika anak masih kecil maka orang tua bisa membantu membacakannya. Tuhan yang Maha, mustahil dapat dipahami lewat buku teks yang sudah dirangkum dan dikunyahkan, apalagi pesan-pesannya ditulis secara eksplisit, hingga menakut-nakuti kalau berdosa gak bisa masuk sorga.

Banyak pelajaran agama di sekolah ( maupun sekolah minggu) dikemas secara kekanak-kanakan, lewat video animasi maupun gambar-gambar berwarna yang receh, dan pengulangan nasehat. Namun apakah kemasan seperti itu terbukti membawa anak mengenal penciptaNya?

Hendaknya pelajaran agama lebih berfokus kepada pengenalan tentang Tuhan,  tidak sekadar mengenalkan dan mengidolakan tokoh-tokoh Alkitab saja seperti keberanian Daud, hikmat Salomo, kepemimpinan Musa, namun mengesampingkan sifat dan bukti perbuatanTuhan atas hidup mereka. 

Saat ini saya dan Karen sedang membaca bersama "Wisdom and the Millers - Proverbs for Children", di beberapa cerita memang ada yang terkesan terlalu menggurui dan pesan moralnya terlalu eksplisit. Namun ada satu yang menarik saat membicarakan tentang  ketaatan yang kemudian dikaitkan dengan kisah Korah, Datan dan Abiram dari Perjanjian Lama, yang menunjukkan sifat Tuhan yang adil dengan menjatuhkan hukuman pada umat yang tidak taat. Di lain hari, ketika Karen membaca Alkitab versi Inggris (NIV), yang menceritakan hubungan Daud dan istri Uria, Karen langsung bilang, kalau itu selingkuh padahal tidak dijelaskan secara gamblang.  Contoh seperti ini membuktikan bahwa akal budi anak bisa memilah mana yang dibenarkan mana tidak di hadapan Tuhan, tanpa kita mengunyahkan lebih dulu, selama bacaan yang disodorkan itu living. 

Belajar tentang Tuhan tentu saja merupakan hal yang abstrak dan tidak mungkin kita bisa memahami secara kilat dan sepenuhnya, ibarat  Tuhan  adalah laut dan kita hanya sebutir pasir pantai. Namun dengan melakukannya terus menerus, kita percaya bahwa ini adalah suatu hal yang baik bagi kehidupan kita. Harapannya akan membawa kita dekat, lebih paham lebih mengenal siapa itu Tuhan dan apa karyaNya dalam hidup kita. Seperti yang Pak Thay ilustrasikan , belajar mengenal Tuhan bagaikan menaiki tangga berputar.  Berputar di  satu titik yang sama  tapi kita terus naik lebih tinggi, sedikit demi sedikit. Tidak paham saat ini, tapi nantinya ada saatnya dia membaca lagi dan punya pemahaman beda dan mendalam. Kitab Suci tidak dibaca hanya untuk satu waktu namun menjadi pedoman sepanjang kita hidup. 

Selain pembacaan kitab suci secara langsung, kembali lagi bahwa atmosfer itu penting. Jangan menuntut anak bersedia baca Alkitab, jika orang tua sendiri jarang, bahkan tidak  pernah membuka Alkitab. Jika orang tua bingung mau baca Alkitab mulai mana, dari AO sudah siapkan panduannya, bisa klik di sini

Semakin bertambah usia dan jam terbang pembacaan teks kitab suci, harus ditinjau dari konteks riwayat penulisan, seperti kaitan dengan sejarah, kehidupan masyarakat di masa itu, dan sebagainya, sehingga anak bisa lebih memahami pesan Tuhan yang mau disampaikan. Namun sebelum sampai ke tahap ini tentu saja semua dimulai dengan langkah pertama, yaitu .... membacanya  ^^



People don’t read the Bible because they don’t like the Bible.
But… People don’t like the Bible because they don’t read the Bible.

---oOo-----



Setelah pengetahuan religius, sejarah adalah pijakan yang menjadi fondasi kurikulum kita. Sejarah ibarat padang rumput yang kaya bagi akal budi –– membuat akal budi berkembang terus oleh pengetahuan tentang tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa serta, lebih dari itu semua, oleh rasa kebangsaan, suatu obat penawar yang meluruskan kita dari kecenderungan individualisme berlebihan yang terkandung dalam pendidikan modern.
- CM Vol 6 pg. 273 -

Sejarah merupakan salah satu pelajaran yang saya sangat hindari dan paling tidak berkesan saat duduk di bangku sekolah. Bukan karena tidak menarik, penyebabnya tentu saja , buku-buku teks yang garing dan cerita yang tidak 'hidup'. Sebaliknya, saya sangat suka tontonan yang berbau sejarah. Masa kecil saya menikmati film-film seperti The Three Musketeers, Rose of Versailles, ataupun serial Hongkong maupun Taiwan yang berlatar tahun 1930-1950 an, seiring waktu korean-wave melanda, drama bergenre sageuk seperti Dae Jang Geum. Dong Yi, hingga movie Korea yang mengangkat sejarah kisah nyata menjadi favorit saya. Rasanya kesenangan dan ada wawasan baru saat menyaksikan kehidupan sosial dan tradisi masyarakat di jaman lampau.

Perasaan serupa bisa muncul, saat kita membaca living book yang tepat, dengan penulis yang berdedikasi penuh, terlebih lagi menggunakan bahasa sastrawi. Murid yang membaca sejarah, walaupun usianya masih muda, namun wawasannya akan diperkaya dengan banyak perkara dunia, sehingga bagai seseorang yang sudah dewasa meski belum pernah menjelajah dunia. Bagi CM, Sejarah adalah materi terpenting setelah Tuhan,  sangat berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan manusia. Tidak mengherankan saat mempelajari sejarah, anak bisa paham mendalam bagaimana kondisi era tertentu, dan menghubungkannya satu dengan yang lain sehingga membentuk benang merah, yang nantinya menghubungkan berbagai bidang mulai sastra, sosial politik, budaya, hingga tren pada suatu jaman.  Setiap masa, setiap periode sejarah, punya pujangga-pujangganya sendiri yang bisa menangkap intisari zaman, yang diwariskan kepada generasi selanjutnya. Seperti halnya pembahasan sebelumnya, bacaan yang  sama bisa melahirkan pesan yang berbeda untuk tiap individu.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar