Banyak pelajaran agama di sekolah ( maupun sekolah minggu) dikemas secara kekanak-kanakan, lewat video animasi maupun gambar-gambar berwarna yang receh, dan pengulangan nasehat. Namun apakah kemasan seperti itu terbukti membawa anak mengenal penciptaNya?
Hendaknya pelajaran agama lebih berfokus kepada pengenalan tentang
Tuhan, tidak sekadar mengenalkan dan
mengidolakan tokoh-tokoh Alkitab saja seperti keberanian Daud, hikmat Salomo,
kepemimpinan Musa, namun mengesampingkan sifat dan bukti perbuatanTuhan atas hidup mereka.
Saat ini saya dan Karen sedang membaca bersama "Wisdom and the Millers - Proverbs for Children", di beberapa cerita memang ada yang terkesan terlalu menggurui dan pesan moralnya terlalu eksplisit. Namun ada satu yang menarik saat membicarakan tentang ketaatan yang kemudian dikaitkan dengan kisah Korah, Datan dan Abiram dari Perjanjian Lama, yang menunjukkan sifat Tuhan yang adil dengan menjatuhkan hukuman pada umat yang tidak taat. Di lain hari, ketika Karen membaca Alkitab versi Inggris (NIV), yang menceritakan hubungan Daud dan istri Uria, Karen langsung bilang, kalau itu selingkuh padahal tidak dijelaskan secara gamblang. Contoh seperti ini membuktikan bahwa akal budi anak bisa memilah mana yang dibenarkan mana tidak di hadapan Tuhan, tanpa kita mengunyahkan lebih dulu, selama bacaan yang disodorkan itu living.
Belajar tentang Tuhan tentu saja merupakan hal yang abstrak dan tidak mungkin kita bisa memahami secara kilat dan sepenuhnya, ibarat Tuhan adalah laut dan kita hanya sebutir pasir pantai. Namun dengan melakukannya terus menerus, kita percaya bahwa ini adalah suatu hal yang baik bagi kehidupan kita. Harapannya akan membawa kita dekat, lebih paham lebih mengenal siapa itu Tuhan dan apa karyaNya dalam hidup kita. Seperti yang Pak Thay ilustrasikan , belajar mengenal Tuhan bagaikan menaiki tangga berputar. Berputar di satu titik yang sama tapi kita terus naik lebih tinggi, sedikit demi sedikit. Tidak paham saat ini, tapi nantinya ada saatnya dia membaca lagi dan punya pemahaman beda dan mendalam. Kitab Suci tidak dibaca hanya untuk satu waktu namun menjadi pedoman sepanjang kita hidup.
Selain pembacaan kitab suci secara langsung, kembali lagi bahwa atmosfer itu penting. Jangan menuntut anak bersedia baca Alkitab, jika orang tua sendiri jarang, bahkan tidak pernah membuka Alkitab. Jika orang tua bingung mau baca Alkitab mulai mana, dari AO sudah siapkan panduannya, bisa klik di sini
Semakin bertambah usia dan jam terbang pembacaan teks kitab suci, harus ditinjau dari konteks riwayat penulisan, seperti kaitan dengan sejarah, kehidupan masyarakat di masa itu, dan sebagainya, sehingga anak bisa lebih memahami pesan Tuhan yang mau disampaikan. Namun sebelum sampai ke tahap ini tentu saja semua dimulai dengan langkah pertama, yaitu .... membacanya ^^
Sejarah merupakan salah satu pelajaran yang saya sangat hindari dan paling tidak berkesan saat duduk di bangku sekolah. Bukan karena tidak menarik, penyebabnya tentu saja , buku-buku teks yang garing dan cerita yang tidak 'hidup'. Sebaliknya, saya sangat suka tontonan yang berbau sejarah. Masa kecil saya menikmati film-film seperti The Three Musketeers, Rose of Versailles, ataupun serial Hongkong maupun Taiwan yang berlatar tahun 1930-1950 an, seiring waktu korean-wave melanda, drama bergenre sageuk seperti Dae Jang Geum. Dong Yi, hingga movie Korea yang mengangkat sejarah kisah nyata menjadi favorit saya. Rasanya kesenangan dan ada wawasan baru saat menyaksikan kehidupan sosial dan tradisi masyarakat di jaman lampau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar