Minggu, 27 September 2020

Pendidikan Itu Spiritual


 "...seorang guru punya peluang menjadi jurubicara Sang Ilahi untuk mendidik dan menggugah. Tugas guru bukanlah rutinitas menjenuhkan menyuapkan bubur ke benak anak, melainkan tukar-menukar ide yang menggairahkan antara benak-benak yang setara, dan perannya di situ adalah sebagai pemandu, filsuf, dan teman."

Saat seorang guru berpikir bahwa tugas mendidiknya dianggap tuntas  setelah melakukan  langkah seperti berikut : memberikan ceramah di kelas, membagikan tugas untuk murid, membuat soal ulangan, mengkoreksi,  sampai membuat nilai rapor. Boleh disimpulkan kalau guru tersebut hanya melakukan tugas mengajar dan belum paham sepenuhnya arti mendidik itu sendiri. Mendidik tidak sama dengan mengajar.  Mendidik menurut KBBI adalah : memelihara ,  memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Mendidik butuh waktu yang panjang, komunikasi dua sisi dan proses berkelanjutan. 

Biasanya orang tua si murid juga terbiasa menyerahkan  tugas mendidik kepada guru / persekolahan. Sepulangnya anak dari sekolah dianggap proses pendidikan sudah berakhir dan di rumah tidak perlu lagi diadakan proses 'mendidik'. Pendidikan itu spiritual, orang tua dan guru merupakan juru bicara Sang Illahi. Anak punya potensi belajar secara spiritual-spiritual, yang sama artinya dengan intelektual. Begitu dihadapkan pada ajaibnya akal budi seorang anak, kita akan menyadari betapa pengetahuan adalah nutrisi bagi akal budinya, sama seperti makanan bagi tubuhnya yang setelah diolah bisa menghasilkan energi untuk melakukan berbagai kegiatan. 

Orang tua sering menganggap anak bukan sebagai seorang pribadi yang utuh, tapi anak hanyalah sebuah pribadi yang kosong sehingga  butuh dijejali, disuapi, dibentuk sesuai apa yang kita mau. Kita berpikir bahwa anak mendapat pengetahuan hanya dari sensasi indrawi, dari apa yang dia lihat dan dia amati, bukan dari apa yang dia renungkan dan hubung-hubungkan di benaknya. Tak heran kalau saat ini pendidikan modern memborbardir dengan berbagai program yang dibungkus indah namun sebenarnya dangkal bagi akal budi anak. Bagaikan makanan yang menarik namun tak bergizi.

Makanan hanya sekedar makanan bila tidak diolah tubuh dengan baik, tentu saja tidak akan berfungsi. Pengajaran, ceramah panjang lebar, seberapa pun brilian atau menawannya, tidak akan berdampak apa-apa sampai kegiatan mental internal pendengarnya dibangunkan. Seperti halnya guru menjelaskan dengan cara yang menarik dan menghibur namun saat akal budi murid tidak terpantik, tidak ada ide yang bertumbuh, maka proses pendidikan tidak akan terjadi, karena satu-satunya jalan untuk mencapai pendidikan adalah self-education. 

 
gambar dari quotefancy

Memasok pengetahuan ke anak merupakan tugas orang tua, pengetahuan tentang Tuhan, manusia dan sains yang tersaji di bawah judul Humanisme  dan dalam bentuk sastrawi merupakan makanan pengetahuan yang bisa bekerja sangat efektif dalam akal budi seorang anak dan biarlah terjadi proses self-education dalam diri anak. 

Seorang anak punya potensi-potensi yang luar biasa sama halnya dengan orang dewasa, oleh karena itu alih-alih merendahkan, menyepelekan pikirannya, hingga membandingkan kemampuan anak kita dengan anak orang lain, justru kita harus bantu untuk anak menjadi lebih tahu dan lebih kuat. Ketika mulai bisa berkomunikasi, seorang anak akan menunjukkan kedetailan dan kejelasannya terhadap sesuatu, yang begitu imajinatif dan produktif melampaui akal pikiran kita. 

Ya.. karena semua pribadi adalah misteri kita tidak tahu akan berkembang ke arah mana, yang terpenting menerima dia apa adanya bukan karena ada apanya.



Indri, Kamisan 24 September 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar