Kamis, 14 Januari 2021

Makanan Akal Budi (Narasi Kamisan)

 


Bukan kebetulan, narasi hari ini juga membahas tentang 'makanan' tapi kali ini makanan bagi akal budi. Seperti halnya makanan sehat untuk tubuh, begitu pun akal budi. Pikiran kita ternyata lebih hebat dari yang kita bayangkan, dia bisa menolak apapun yang disampaikan kalau tidak bersifat sastrawi. Bisa dibayangkan betapa banyak buku teks garing yang kita baca, berapa banyak rumus-rumus matematik yang kita hafalkan, dan berbagai teori sains yang kita pelajari semuanya akan 'mental  jika tidak disajikan dalam bentuk sastrawi. Bahkan CM menulis 'menjejalkan' buku teks encer dan garing serta rumus matematika hanya untuk lulus Ujian Negara, bukan untuk memperkaya pikiran. 

Anak yang terbiasa membaca buku bergambar atau komik akan susah membaca buku dengan banyak tulisan seperti halnya novel dan literatur klasik. Gak usah anak juga sih, orang dewasa yang tidak terbiasa membaca akan merasa tertekan jika harus membaca satu lembar bacaan. Justru di masa kanak-kanak mereka lebih mudah 'diobati' dan dikenalkan pada karya sastra daripada pembaca yang terlanjur tua ^^. 

Kenapa harus sastrawi? Buku sastrawi itu kesannya bertele-tele, mau nyeritain satu situasi aja sudah berhalaman-halaman, gak sabar aku tuh. Justru sebaliknya, dengan bahasa yang naratif panjang lebar, imajinasi kita jauh lebih mudah memvisualkan di benak mereka, dari situlah pikiran mereka diberi makan.


Dalam pengajaran sains juga kita perlu menyadari bahwa
jalan menuju rahasia-rahasia alam 
bukanlah melalui kawat berduri teori-teori yang bergulung-gulung rumit 
sebagaimana biasanya diajarkan, 
melainkan lewat terjun ke lapangan (field work) 
atau cara-cara pengamatan langsung lainnya, 

CM Vol. 6 pg. 256


Kita bisa menceritakan ke orang lain suatu intisari rangkaian gagasan secara lengkap bukan  karena dikunyahkan oleh pihak lain, namun harus memetakan lebih dahulu di benak kita, dan terus menerus mempertanyakan pada diri sendiri, pertanyaan-pertanyaan yang sama dan diulang-ulang. The power of questions! 

Pernyataan ini berkebalikan dengan sistem yang ada di pendidikan jaman sekarang, dimana anak terbiasa diberi pertanyaan yang bukan lahir dari dirinya sendiri melainkan dihadirkan oleh orang lain, dan pola seperti ini menghasilkan anak yang akhirnya malas untuk berpikir reflektif, karena sudah terbiasa  disuguhi pertanyaan dan atau sudah bosan ditanyai?

CM juga mencatat bahwa anak-anak yang tumbuh di lingkungan kumuh pun, bila disuguhi bacaan sastrawi menunjukkan akal budi yang kaya. Kalimat ini mengingatkan saya pada tokoh Tom Canty, si miskin di The Prince and The Pauper, karya Mark Twain. Tom yang lahir di keluarga miskin dan besar di lingkungan kumuh, namun dia gemar membaca berbagai buku, sehingga dia tumbuh menjadi anak yang bijak dan banyak dicari orang untuk dimintai nasehatnya. Sehingga pada saat bertukar tempat dengan pangeran sebenarnya pun tidak ada yang menyadarinya. 

Jadi balik lagi, bagaikan 'makanan sehat' yang terus menerus diberikan setiap hari akan membentuk akal budi yang sehat tidak peduli siapa pun dan apa pun latar belakangnya.


Indri - 14 Januari, Kamisan pertama di tahun 2021


Tidak ada komentar:

Posting Komentar